Perkembangan dan gaung perusahaan fintech di media membuat masyarakat semakin akrab dengan kemudahannya. Fintech, terutama perusahaan yang menyediakan produk P2P lending pun menjadi topik panas, mulai seluk beluk sistem peminjaman hingga perkara legalitas.
Beberapa poin inilah yang menjadi fokus pembahasan seminar Fintech P2P Lending yang diselenggarakan Minggu (31/03/2019) di Fave Hotel Balikpapan. Acara ini turut dihadiri narasumber dan pakar dari DanaRupiah beserta beberapa perusahaan fintech lainnya.
Selain menjadi kesempatan para representatif untuk memperkenalkan produk P2P dari perusahaan masing-masing, seminar yang disambut hangat oleh penggiat fintech lokal ini juga mengajak para peserta mengenal dunia fintech dan mekanismenya secara lebih mendalam.
Fintech dan perbankan: kompetitor atau kolaborator?
Dengan pertumbuhan perusahaan fintech yang semakin pesat, beberapa penggiat fintech mengangkat pertanyaan mengenai hubungannya dengan bank konvensional.
Para narasumber menjelaskan, hubungan antara fintech dan perbankan bukanlah sebagai kompetitor karena bank dan fintech cenderung punya segmen pasar berbeda. Nominal pinjaman dari fintech umumnya lebih kecil dan tanpa collateral.
Relasi keduanya dianggap lebih saling melengkapi. Hal itu karena OJK mewajibkan perusahaan fintech untuk memiliki rekening bank sebagai medium operasional dan transaksi di Indonesia.
Selain itu, banyak bank yang juga bekerja sama dengan fintech untuk memuluskan penyaluran kredit lebih luas ke masyarakat.
Legalitas dan risiko P2P lending
Keamanan transaksi pinjam meminjam online juga menjadi salah satu pertanyaan yang diajukan di sesi tanya jawab di penghujung seminar.
Menjawab soal legalitas operasi fintech, pakar dari DanaRupiah, Christine Tandeans menjawab, informasi legalitas dan izin operasi perusahaan fintech dapat diakses di laman resmi OJK, sosial media, atau dipastikan melalui telepon ke call centre OJK.
Ia melanjutkan, sistem pendanaan DanaRupiah dari lender yang menanam dana dan memberi pinjaman dengan keuntungan bunga yang lebih tinggi dari deposito.
“Pemberi pinjaman bebas memilih calon peminjam yang ingin didanai. Selain itu, OJK juga mensyaratkan perusahaan fintech untuk menyediakan asuransi bagi peminjam,” imbuh Christine.
Ia menambahkan, terkait masalah pembayaran yang gagal, kasus itu akan ditanggapi serius dan diproses langsung oleh OJK. Pihak DanaRupiah terbuka untuk merundingkan alternatif pembayaran seperti angsuran jika peminjam punya itikad baik mengembalikan pinjaman.
“Jika peminjam ternyata terbukti adalah fraud dan pihak lender DanaRupiah ingin mengajukan kasus ke pengadilan perdata, maka akan kita bantu,” kata Christine.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Seminar P2P Lending Ajak Peserta Kenali Industri Fintech Lebih Dalam”,