Perusahaan fintech semakin dikenal sebagai pilihan solusi keuangan masa kini yang menjamah seluruh lapisan masyarakat. Tak hanya memudahkan peminjaman dana secara mudah dan cepat, perusahaan fintech juga memiliki dampak sosial yang nyata.
Meski begitu, mekanisme dan sistem produk keuangan yang masih berumur jagung ini kerap mengundang pertanyaan pengguna.
Pada acara sosialisasi fintech di Fisipol (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) UGM yang dihadiri para mahasiswa dan penggiat fintech lokal, para narasumber menerangkan perihal seluk beluk fintech.
Pemaparan itu ditujukan untuk memperjelas pemahaman mengenai layanan keuangan, sekaligus menampung komentar dan saran dari masyarakat terkait produk fintech.
Bunga fintech dianggap tinggi
Acara tersebut diadakan Hari Jumat (12/04/2019). Selain memberi paparan terhadap dunia fintech, para pakar juga menjawab pertanyaan peserta. Salah satu pertanyaan adalah mengenai efek kehadiran perusahaan fintech di tengah masyarakat.
Menurut narasumber DanaRupiah, Christine Tandeans, selain menjadi pilihan peminjaman dana yang efisien, perusahaan fintech memang membawa efek sosial langsung pada masyarakat.
Dampak itu misalnya dirasakan oleh muda-mudi yang ingin meraih pendidikan, tetapi terbentur halangan finansial.
“Dari DanaRupiah sendiri, ada inisiatif untuk bekerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan untuk mewujudkan aspirasi generasi muda Indonesia agar bisa meraih ilmu setinggi-tingginya,” tambah Christine.
Menjawab pertanyaan peserta lain terkait bunga pinjaman yang dianggap cukup tinggi, Christine menjelaskan, OJK menetapkan total bunga maksimum sebesar 0,8 persen per hari bagi perusahaan fintech legal.
“Hal ini dikarenakan risiko penyelenggara dan pendana yang cukup tinggi karena tidak adanya agunan,” ujar dia.
Christine menegaskan, bunga yang tinggi ditujukan untuk produk Cash Loan. Sementara untuk Productive Loan, bunga relatif lebih rendah.
Metode collecting fintech sehoror bank?
Di acara terpisah yang diadakan di Grand Edge Hotel Semarang, Senin (15/04/2019) lalu, para pakar fintech juga mengedukasi audiens tentang keamanan dan kenyamanan pengguna fintech.
Menepis persepsi publik tentang prosedur penagihan yang cenderung negatif dan risiko gagal bayar, Christine menjelaskan jika perusahaan fintech legal umumnya mengikuti SOP yang telah disetujui oleh OJK, baik itu field collection atau melalui telepon.
“Kalau di DanaRupiah, kita mengikuti SOP yang sudah disetujui OJK, misalnya tidak boleh mengancam dan hanya melakukan penagihan di jam kerja,” ujar dia.
Christine melanjutkan, mekanisme penagihan fintech saat ini masih berbeda dengan bank. Jika nasabah tidak membayar, ia akan dimasukkan ke daftar hitam dan tidak bisa lagi meminjam.
Ia menjelaskan, OJK saat ini sedang bekerja sama dengan perusahaan fintech dan bank untuk menciptakan bank data yang dapat menyaring pengemplang.
“Jika nasabah DanaRupiah kesulitan membayar, kita undang untuk menghubungi CS untuk membahas jalan tengah,” imbuh Christine.